NEW
RULERS OF THE WORLD
By
: John Pilger
Dalam
“film new rulers of the world” yang di
buat oleh John Pilger ini, nampak jelas pengaruh arus globalisasi terhadap
perekonomian negara dunia ke-3 khususnya indonesia. Arus globalisasi yang
melanda dunia telah menyeret seluruh negara didunia untuk bersaing dalam segala
hal. Globalisasi itu sendiri sepertinya diprakarsai oleh negara-negara maju dan
didesain memang untuk menguntungkan negara-negara maju saja, dengan antitesis
meruginya negara-negara berkembang yang tidak mampu bersaing. Dengan adanya
globalisasi, terdapat “hidden agenda” yang dikomandoi oleh negara-negara maju,
sehingga mereka beramai-ramai menanamkan modalnya di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Globalisai tidak hanya membawa persaingan ekonomi tetapi
juga memabawa ideologi kolonialisme, kapitalisme, hedonisme dan individualisme.
Dalam Film ini kita melihat terjadi degradasi kepedulian terhadap sesama akibat
adanya kesenjangan yang sangat lebar antara yang miskin dengan yang kaya yang dilanggengkan
dengan paham-paham yang dibawa oleh proses globalisasi. Tetapi film ini lebih
menyorot kepada perbudakan buruh yang dilakukan oleh perusahaan asing yang
berasal dari Amerika dan sekutunya dan serta pemberian utang luar negeri
yang berkedok bantuan yang di ketuai
oleh Internasional Monetary Fund (IMF) dan World Bank (Bank Dunia).
Dalam
masalah perbudakan buruh yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing yang
berasal dari amerika dan sekutunya semisal Nike, Adidas dan GAP dll, terjadi
eksploitasi buruh. Dari segi upah terjadi ketidakseimbangan antara beban
kerjanya dengan upah yang yang diberikan. Para buruh rata-rata bekerja hampir 16-36
jam sehari, dengan upah yang sangat murah, padahal barang yang mereka buat
adalah barang-barang yang mahal. Bayangkan saja sepatu yang bermerek Nike,
rata-rata dijual dengan harga diatas satu juta tetapi para buruh hanya
mendapatkan upah 5 ribu rupiah saja, dan 9000 rupiah untuk
produk Reebok, Adidas, Old Navy dan GAP , angka
yang sangat jauh dari harga barang tersebut. Padahal para buruh tersebut
rata-rata adalah orang miskin, disertai dengan banyaknya penganguran sehingga mereka
mau bekerja apa saja dan berapapun upahnya, kenyataannya gaji yang mereka
terima tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkan sangat kurang.
Disisi
lain standarisasi kerja yang ditetapkan tidak dijalankan. Dalam suatu wawancara
yang dilakukan oleh John Pilger disebutkan bahwa jika ada orang dari Perusahaan
induk yang akan masuk untuk mewawancarai para buruh, maka kata-kata yang akan
dikeluarkan sudah dibuat oleh orang dalam perusahaan yang berkuasa. Intinya
perlindungan terhadap hak-hak buruh yang ditetapkan oleh Pemerintah Dunia
seperti diabaikan dan sama sekali tidak diberlakukan. Para buruh dianggap
sebagai sebuah mesin yang harus bekerja untuk memenuhi kuota barang yang
terkadang tidak mereka tahu alasan mereka kerja lembur dan dengan upah yang
sama. Bahkan perusahaan membuat semacam kode etik yang berkedok untuk menjamin
standar yang tinggi dan melindungi para buruh padahal kode etik itu hanyalah
hiasan belaka dan hampir tidak diperhatikan.
Untuk
kasus utang luar negeri, John Filger memaparkan bagaimana utang luar negeri
telah menjerat Indonesia menjadi negara penghutang yang mulai runtuhnya orde
lama yang dipimpin oleh Soekarno dan mulianya rezim Soeharto. Sejak naiknya
Soeharto sebagai Presiden, maka berdatanganlah para investor yang pada masa
Soekarno tidak diberikan untuk masuk, bahkan kita mengenal kata-katanya sampai
sekarang yakni “GO TO HELL WITH YOUR AID”. Sejak itu,
Indonesia dikepung oleh kekuatan Barat yang terorganisasi dengan sangat rapi.
Instrumen utamanya adalah pemberian utang terus-menerus sehingga utang luar
negeri semakin lama semakin besar. Dengan sendirinya, beban pembayaran cicilan
hutang pokok dan bunganya semakin lama semakin berat. Dengan
berkedok kemajuan dan kemakmuran rakyat Soeharto memberikan ijin seluas-luasnya
kepada para investor untuk menenamkan modalnya. Selain itu, bantuan keuangan yang
diberikan oleh IMF yang merupakan dana perhutangan yang diberikan kepada
Indonesia. Dengan masuknya IMF, maka selanjutnya perekomian Indonesia dibentuk
menurut model Amerika guna mempermudah barat untuk menguasai sumber-sumber
mineral, pasar dan buruh murah. Dan orang-orang barat pun menyebutnya sebagai
“Upeti Terbesar dari Asia”. Kenyaataannya untuk membanguan suatu gedung-gedung
yang tinggi, Mall yang besar dan tempat-tempat yang mewah harus mengorbankan
banyak nyawa bangsa Indonesia itu sendiri. Para penguasa barat menyebutnya
dengan “Tembakan Kecil Untuk Perubahan”.
Untuk
hal itu, Pilgers mencoba untuk melakukan
wawancara langsung dengan para petinggi IMF dan World Bank (WB). John Pilger mempertanyakan
alasan lembaga keuangan tersebut tetap memberikan pinjaman kepada rezim
Soeharto yang jelas-jelas korup dan dengan mekanisme yang tidak transparan.
Yang jelas dari kebijakan tersebut, World Bank dan negara-negara kreditor
mengambil keuntungan yang besar dari mekanisme yang tidak transparan dan cacat hukum
tersebut melalui proyek-proyek yang dikerjakan oleh perusahaan multinasional
dari negara-negara asal masing-maisng. Jadi, meskipun World Bank dan negara
kreditor memberi pinjaman 100%, namun sebenarnya sebagian besar uang tersebut
digunakan untuk membuka lapangan pekerja negara kreditor dan hanya sekitar
separuh uang pinjaman tersebut benar-benar masuk ke negara miskin tersebut.
Pada pembukaan film dokumenter
tersebut, John Pilgers menyajikan sebuah lagu mengenai globalisasi. Maka itulah
makna globalisasi yang sesungguhnya
Itulah
fakta yang terjadi di Indonesia. Dan pada awal tahun 2000-an, terjadi gerakan
jutaan manusia menentang globalisasi di berbagai penjuru dunia. Globalisasi
yang didengung-dengungkan oleh Amerika dan negara kapitalis liberal bahwa akan
membawa kemakmuran bagi umat manusia ternyata mengakibatkan jurang pemisah yang
begitu besar antara si kaya dan si miskin.
Fakta-fakta tersembunyi globalisasi
:
·
Sekitar
10% penduduk dunia menikmati dan memiliki 90% kekayaan dunia, sedangkan sisa
90% penduduk dunia harus merebut 10% uang untuk menghidupi keluarganya.
·
Total
kekayaan sekelompok kecil orang yang berkuasa ternyata lebih besar dari total
kekayaan seluruh penduduk benua Afrika.
·
Seperempat
(1/4) kegiatan ekonomi dunia dapat dikuasai hanya dengan 200 perusahaan Corporasi
Negara Adikuasa.
Maka
dari beberapa penggalan kisah yang memilukan diatas, yang diprakarsai oleh
putra bangsa indonesia itu sendiri, kita dapat mangambil kesimpulan bahwa
kemiskinan sudah menurun, kelaparan sudah menurun, pengangguran sudah menurun,
orang sakit sudah menurun, kriminalitas sudah menurun, individualisme sudah
menurun, hedonisme sudah menurun, kapitalisme sudah menurun, dan hutang pada
negara asing sudah menurun. Ya, memang sudah menurun. Yakni menurun pada anak
cucu kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar